Kenangan ini datang dari 91 tahun silam. Tahun 1920. Ketika itu mobil listrik sedang jaya-jayanya. Aktris legendaris Phylis Diller masih ingat mobil-mobil listrik itu menguasai jalanan kota masa kecilnya, Lima, Ohio, Amerika Serikat. Saat itu usinya masih belia. Melaju kencang di jalan, mobil-mobil itu tidak berisik.
Suara lembut. Udara bersih sebab tak ada polusi. Mobil juga lebih mudah dinyalakan. Tak perlu susah payah memutar engkol. Jika tabungan listrik tandas, tinggal di-charge ulang. Sesudah itu mobil kembali melaju. Kisah dari masa lalu itulah yang dituturkan Diller dalam Who Killed the Electric Car, sebuah film dokumenter. Phylis Diller jadi lakon utama.
“Suara mobil sangat lembut. Hanya terlihat roda dan kaca beleved glass,” katanya dalam film itu. Penumpang mobil, lanjutnya, seperti duduk di atas lampu raksasa. Sungguh nyaman. Berbeda dengan mobil minyak, yang dikenal Phylis Diller bertahun-tahun kemudian. Suara berisik. Bau asap dari knalpot. Polusi menguasai udara. “Dan jika ingin menyalakan mesin, si pengemudi harus susah payah memutar engkol,” kata komedian yang sohor namanya tahun 1960an dan 1970an itu. Lalu mengapa mobil listrik itu takluk oleh mobil minyak yang meracuni udara itu?
Dokumenter yang disutradarai Chris Paine ini menjawab lewat narasi Martin Sheen. Mobil listrik, begitu bunyi narasi itu, mulai terseok sesudah penemuan starter otomatis. Lalu minyak berlimpah sebab massal ditambang. Harga jadi murah. Era minyak murah itu membunuh mobil listrik.
Padahal mobil ini terbukti tangguh. Sejarahnya sudah panjang. Mengutip laman About.com, riwayat mobil ini diretas semenjak 1828. Adalah Anyos Jedlik, seorang ahli asal Hungaria yang memulai. Dia menemukan motor listrik tahun 1828. Menciptakan kendaraan bertenaga motor listrik. Dan Anyos Jedlik adalah inspirasi bagi Robert Anderson.
Ahli mesin asal Skotlandia itu menciptakan kereta bertenaga listrik. Dia mematangkan temuan ini antara tahun 1832 hingga 1839. Sayangnya baterai temuan Jedlik ini tidak bisa di-charge. Cuma sekali pakai. Beruntung ada Thomas Davenport, yang pada masa yang sama mengutak-atik mesin dari benua yang lain, Amerika Serikat. Tahun 1835 dia menciptakan motor listrik DC, yang arusnya bisa searah.
Penemuan Davenport itulah yang kemudian mengilhami begitu banyak ahli di belakang hari. Juga mengilhami William Morisson asal Des Moines, Iowa, Amerika Serikat. Adalah Morrison yang memperkenalkan kendaraan listrik di awal tahun 1890-an. Mobil itu memuat enam orang. Meski cuma bisa dipacu pada kecepatan 32,2 kilometer per jam, temuan ini banyak lebih. Bateri mobil ini memiliki 24 sel. Jarak tempuh 80,5 kilometer. Dan sesudah itu baterainya bisa diisi ulang. Sejumlah ahli yang datang belakangan lalu melakukan rupa-rupa inovasi.
Dan pada era 1890-an muncul banyak produsen mobil di Amerika Serikat. Antara lain Anthony Electric, Baker, Columbia, Anderson, Edison, Studebaker, dan Riker. Bahkan pada tahun 1897 perusahaan Electric Carriage and Wagon Company of Philadelphia membangun armada taksi yang terdiri dari mobil listrik. Dunia berkembang. Ekonomi terus bergemuruh. Pada era 1920-an sejumlah kota bermunculan di Amerika Serikat. Pemerintah giat membangun jalan menghubungkan kota-kota itu. Diperlukan kendaraan yang bisa menempuh jarak jauh. Dan mobil listrik bukan jawaban.
Lalu tahun 1925 ditemukan ladang minyak raksasa di lembah Permian, Texas Barat. Kota kecil itu menjelma menjadi ladang minyak. Harganya kemudian murah. Harga murah itulah kemudian yang memudahkan Henry Ford —pria kelahiran Michigan keturuan Irlandia-- memproduksi mobil dalam jumlah massal. Tanggal 26 Mei 1927, Henry Ford menyaksikan mobil Ford Motel T yang dirakit di highland park, Michigan, mulai diproduksi. Jarak tempuhnya jauh. Satu mil dalam 39,4 detik. Semenjak itu mobil minyak massal diproduksi, sekaligus meredupkan pamor mobil listrik.
Krisis Timur Tengah Mobil-mobil minyak itu berseliweran di berbagai kota di seluruh dunia. Menyedot berbarel-barel minyak dari perut bumi --terutama di kawasan Timur Tengah— dan memuntahkan polusi ke udara. Kota jadi buram. Dalam buku Two billion cars: driving toward sustainability yang ditulis Daniel Sperling dan Deborah Gordon tahun 2009, dijelaskan bahwa pada periode 1970an dan 1980an mobil listrik sesungguhnya kembali dilirik sejumlah pabrik.
Sebabnya adalah krisis energi. Ketidakstabilan politik di kawasan Timur Tengah. Perang Irak versus Iran yang menganggu pasokan minyak. Pasokan yang seret plus polusi yang kian menjadi-jadi memaksa dunia memerlukan mobil beremisi rendah.
California Air Resources Board --Badan Pengelola Sumber Daya Udara California -- mulai mendorong efisiensi bahan bakar dan mengkampanyekan kendaraan tanpa emisi. Kampanye itulah yang mendorong pabrik-pabrik mobil kembali melirik mobil listrik. Sejumlah merek mobil listrik yang muncul dan diproduksi secara komersil antara lain Chrysler TEVan pada tahun 1993 - 1995, Honda EV Plus tahun 1997 - 1999, dan truk pick up Ford Ranger EV pada tahun1998 - 2002. Bahkan Tesla Motors, pabrik mobil yang didirikan tahun 2003 di Silicon Valley, memilih hanya memproduksi mobil listrik.
Selain mobil, Tesla Motors juga memproduksi berbagai komponen mobil listrik itu, seperti baterai lithium-ion. Mobil yang menjadi ikon perusahaan ini adalah Tesla Roadster. Mulai dijual untuk umum tahun 2008. Pada situs resminya, Tesla mengaku telah menjual lebih dari 2.100 Roadster. Laku di 31 negara. Dilirik Lagi Laku di banyak kota, pabrik di sejumlah negara kemudian melirik mobil listrik ini.
Seperti dikutip dari Autoevolution, perusahaan Nissan di Jepang memproduksi mobil khusus yang memakai tenaga listrik. Namanya Nissan Leaf. Sepanjang tahun 2011 mobil ini laku 10 ribu unit. Lantaran laku perusahaan menggenjot jumlah produk. Diyakini laku 60 ribu unit tahun 2013. Mereka merangsek pasar dengan rupa-rupa cara. Dari penjualan langsung hingga sistem sewa. Bekerjasama dengan Europcar, perusahaan ini membuka penyewaan mobil Nissan Leaf di kawasan Eropa.
"Nissan Leaf merupakan mobil yang sesuai dengan kondisi jalan di perkotaan," kata Wakil Presiden untuk Operasional Penjualan pada Nissan International SA, Guillaume Cartier. Dua kota tersibuk di Eropa dipilih menjadi tempat penyewaan mobil itu. Paris dan London. Rute masih terbatas di sekitar dua kota itu, sebab jarak tempuh mobil listrik ini sangat terbatas. Dan Paris tampaknya memang menjadi kota uji coba bagi mobil listrik.
Selain penyewaan Nissan Leaf, di ibukota mode dunia itu juga tersedia sistem layanan penyewaan mobil yang dinamakan Autolib. Sistem penyewaan ini dikembangkan Pemerintah Kota Paris. Mengutip Reuters, sistem rental mobil Autolib ini menyewakan mobil Bollore Bluecar. Mobil listrik ini menggunakan baterai litium-metal-polimer. Harga sewa untuk 30 menit 4 hingga 8 euro. Tapi penyewa harus memiliki kartu Autolib. Harga kartu itu 10 Euro. Menurut General Manager Autolib, Morald Chibout, sistem ini dikembangkan untuk mengubah konsep para pengendara.
"Dari yang 'harus punya mobil' menjadi hanya sebagai 'pengguna mobil'," kata Chibout. Pemerintah kota Paris pun menyebut sistem ini bukan untuk menyaingi layanan rental milik swasta. Proyek senilai 235 juta Euro ini dipandang efektif untuk jarak dekat. Bluecar hanya bisa menempuh jarak 250 km. Harus di-charge ulang selama 4 jam.
Dan belakangan ini kian banyak pabrik yang melirik mobil listrik itu. Volkswagen, raksasa otomotif asal Jerman, memilih China sebagai negara di kawasan Asia untuk mengembangkan mobil jenis ini. Akan dimulai tahun 2014. Volkswagen yakin tahun 2018, produk ini akan laku 100 ribu unit di kawasan Asia. Mitsubishi, pabrik mobil asal Jepang meluncurkan Mirage di Thailand akhir Maret 2012.
Mobil ini rendah emisi. Rencananya akan difokuskan menjadi mobil listrik. Dipasarkan di Asia dan Eropa. Korea Selatan bergerak lebih cepat. KIA, pabrik mobil di negeri ginseng itu sudah meluncurkan mobil listrik pertama bernama Kia Ray EV. Dengan model city car, mobil ini bisa diajak keliling hingga 139 kilometer, untuk sekali isi bateri selama 6 jam. Negeri di semenanjung Korea itu memang menyiapkan segalanya. Jika pabrik sibuk menciptakan mobil listrik, pemerintah siapkan infrastruktur. Sudah tersedia 500 stasiun pengisian untuk mobil listrik.
Hingga akhir 2012, setidaknya 3.100 unit pengisian siaga di seluruh negeri. Setelah redup 91 tahun silam itu, kini mobil listrik perlahan bersinar. Dilirik banyak negara. Jalanan kota di berbagai dunia mungkin bisa kembali tenang. Tak berisik, seperti kenangan Phylis Diller dalam Who Killed the Electric Car itu. Sumber VivaNews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar